Mukjizat
Oleh Romo Albertus Herwanta, O. Carm
Sang Guru Kehidupan melakukan mukjizat, yakni menggandakan roti yang membuat kenyang lima ribu orang. Masuk akal bahwa orang-orang itu lalu mencari-Nya di mana pun Dia berada.
Namun Dia paham betul bahwa mereka mencari-Nya bukan karena melihat tanda dan mau percaya. Perut kenyang itu yang membuat mereka tertarik. Remeh betul motivasinya. Karena itu, ketika Sang Guru mengajak mereka percaya kepada-Nya, mereka masih bicara soal roti yang pernah nenek moyang mereka terima dari Allah (Yoh 6: 31). Mereka gagal melihat tanda nyata dari kehadiran Allah di depan mata mereka.
Sekali lagi, Sang Guru membuka mata dan telinga mereka dengan bersabda, “Akulah roti hidup; barangsiapa datang kepada-Ku, ia tidak akan lapar lagi, dan barangsiapa percaya kepada-Ku, ia tidak haus lagi” (Yoh 6: 35). Mereka makin heboh dan ingin minta roti itu segera diberikan kepada mereka.
Bagaimana caranya datang kepada-Nya supaya tidak lapar dan haus lagi? Bagi orang Katolik ada sarana yang membantunya. Menghadiri perayaan ekaristi dan menyambut tubuh Yesus. Setelah itu menghayati kehadiran-Nya dalam hidup sehari-hari, terutama dengan mencintai Allah dan sesama.
Sabda-Nya itu benar dan nyata, namun baru sedikit yang percaya. Penghalangnya ialah keinginan melihat hal-hal luar biasa. Cari yang heboh. Masak roti kecil begitu jadi tanda kehadiran Tuhan? Hanya sedikit orang yang bisa diyakinkan untuk percaya kepada Tuhan tanpa melihat tanda heran yang Dia lakukan. Mereka hanya mau percaya kepada Tuhan yang melakukan hal-hal yang hebat dan luar biasa.
Orang lupa bahwa karya Tuhan yang luar biasa itu terjadi dalam hal-hal dan peristiwa yang biasa-biasa. Misalnya, kehidupan manusia bisa berlangsung karena jantung yang berdetak secara biasa dan biasa berdetak. Di sana Allah berkarya. Untuk percaya diperlukan mata iman yang mau melihat tindakan biasa dan kecil dari Allah yang menunjukkan tanda ajaib.
Selasa, 20 April 2021