REWARD
Oleh RP Albertus Herwanta, O. Carm.
Sementara banyak orang percaya adanya karma atas tindakan yang diperbuat, yang lain meyakini bahwa perbuatan mengandung konsekuensi. Bisa negatif, bisa positif. Perilaku buruk berkonsekuensi hukuman atau “punishment”. Sedangkan perbuatan baik dan mulia membuahkan apresiasi atau “reward” bagi pelakunya.
Semakin tinggi tindakan mulianya, semakin luhur pula nilai “reward” yang diterimanya. Itu berlaku baik untuk hal-hal yang sifatnya duniawi maupun untuk perkara rohani.
Orang-orang yang menghayati dan membela iman yang benar hingga menyerahkan nyawa memperoleh anugerah hidup mulia yang abadi. Mereka membela iman tidak dengan menyerang, merugikan atau membunuh orang lain. Tetapi, mereka mengorbankan dirinya demi keselamatan orang lain. Imannya menyelamatkan; bukan mencelakakan. Mendatangkan berkah; bukan membawa masalah.
Mereka dikenal sebagai martir atau syuhada. Disebut demikian, karena mereka itu saksi iman. Artinya, memberi kesaksian bahwa imannya benar dan dapat menyelamatkan umat manusia. Kemartiran itu terjadi di mana saja dan kapan saja.
Stefanus yang diperingati kemartirannya pada tanggal 26 Desember tidak mengurangi nilai kegembiraan natal. Bukankah yang dirayakan pada hari natal itu juga disebut raja para martir?
Bukan kebetulan bahwa martir pertama yang dirayakan pestanya setelah hari natal adalah Stefanus. Memang dengan berani dia telah memberikan kesaksian bahwa Dia yang dilahirkan pada hari natal adalah Tuhan yang mulia. “Sungguh, aku melihat langit terbuka, dan Anak Manusia berdiri di sebelah kanan Allah” (Kis 7: 56 ).
Dia percaya akan yang dilihatnya dan memberikan kesaksian agar banyak orang percaya dan diselamatkan. Untuk itu, dia harus membayar harganya, yakni dirajam hingga mati. Namun kematiannya tidak sia-sia. Sebaliknya, itu adalah mahkota dan penghargaan atas hidupnya; sesuai dengan namanya Stefanus yang berarti “crown” atau “reward”.
Hong Kong, 26 Desember 2020