Relasi Personal
Apa respon orang bila tiba-tiba ada yang mengaku saudaranya dan ingin meminjam uang? Bingung. Mengapa? Pertama, tidak pernah berjumpa sebelumnya. Kedua, “datang-datang” kok pinjam uang. Bukankah keduanya menyangkut kepercayaan?
Mungkin, begitulah reaksi Natanael tatkala Filipus berkata kepadanya, “Kami telah menemukan Dia, yang disebut oleh Musa dalam Kitab Taurat dan oleh para nabi, yaitu Yesus, Anak Yusuf dari Nazaret” (Yoh1: 45). Bukankah jawaban Natanael berbunyi, “Mungkinkah sesuatu yang baik datang dari Nazaret?” (Yoh 1: 46). Natanael tidak percaya akan omongan Filipus.
Apa yang terjadi setelah Natanael bertemu sendiri dengan Sang Guru Kehidupan yang mengenal dirinya? Natanael mengakui Dia sebagai rabi, Anak Allah dan Raja orang Israel (Yoh 1: 49). Pengakuan itu terjadi setelah Filipus mengajaknya bertemu Sang Guru (Yoh 1: 47). Pertemuan itu momen penting bagi Natanael (Bartomeus).
Demikianlah iman akan Sang Guru Kehidupan. Terjadi dalam perjumpaan dan relasi pribadi. Iman itu lebih dalam dari pada pengetahuan atau ide abstrak yang dipahami. Pengetahuan diperlukan. Namun tidak cukup.
Pengalaman Natanael itu masih relevan hingga saat ini. Pertama, untuk menjadi beriman orang memerlukan informasi atau pengetahuan. Karena itu, diperlukan utusan yang mewartakan. Mereka yang lebih dulu beriman berperan dalam pewartaan itu. Para rasul, misalnya. Setelah Sang Guru Kehidupan kembali ke surga, mereka pergi ke mana-mana; mewartakan kabar gembira keselamatan.
Kedua, mereka yang mendengar dan percaya hendaknya menindaklanjutinya dalam pergaulan pribadi dengan Tuhan. Iman yang kuat mengakar terbentuk secara lebih kuat tidak hanya dengan mendengar kata orang (guru, teman atau pemimpin agama).
Membaca, mendengarkan dan menghayati sabda Tuhan yang tertera dalam Kitab Suci penting sekali. Mengapa? Karena pada saat mendengarkan dan merenungkannya, Tuhan berbicara kepada sang pendengar dalam konteks hidupnya. Itulah sebabnya sabda Tuhan selalu memberikan pesan yang baru dan aktual bagi mereka yang tekun setia mendengarkannya. Sabda itu memberi inspirasi, kekuatan dan bimbingan.
Iman datang dari pendengaran. Dia berbuah melimpah dan makin matang lewat pergaulan mesra secara pribadi dengan Tuhan. Iman itu bukan hanya kesepakatan ramai-ramai atau massal, tetapi lebih merupakan relasi personal.
Selasa, 24 Agustus 2021
RP Albertus Herwanta, O. Carm.