Miliki Iman Berarti Miliki Segalanya
Oleh Romo John Kota Sando, Pr
Lagu berjudul “God on the mountain” (Tuhan di Puncak Gunung) yang dinyanyikan oleh worship singer terkenal Lynda Randle, merefleksikan bahwa seharusnya manusia tak perlu takut dan cemas dalam menghadapi berbagai persoalan hidup. Alasannya jelas, karena ada Tuhan yang tak pernah berubah. Ia adalah Tuhan yang kekal dan cinta-Nya abadi selamanya.
Simak sepenggal lirik lagu tersebut “And The God on the mountain is still God in the Valley. When things go wrong, He’ll make them right. And The God of the good times is still God in the bad times. The God of the day is still God in the night” (Terjemahan bebasnya adalah: Baik di gunung maupun di lembah Tuhan tak berubah. Segala sesuatu yang tidak benar, akan dibetulkanNya. Ia tetaplah Tuhan baik di waktu baik maupun di waktu buruk. Baik di waktu siang maupun di waktu malam Dia tak pernah berubah.
Mungkin tak terhitung banyaknya kita mendengar bagaimana orang berbicara bahwa seluruh Diri dan Kasih Tuhan tak pernah berubah, bahkan Ia menjadi satu-satunya jawaban atas segala persoalan hidup yang kita alami. Tetapi mengapa kita masih meragukan iman kita sendiri, ketika kita sedang berhadapan dengan banyak tantangan dan cobaan hidup?
Boleh jadi iman kita masih bergerak pada sebatas pikiran dan ucapan bibir dan belum masuk sampai pada kedalaman hati dan jiwa kita. Atau mengapa kita masih sering mengeluh dan kecewa, walaupun kita tahu bahwa bagi Tuhan tidak ada sesuatupun yang mustahil dalam hidup ini? Bisa mungkin hal itu terjadi karena harapan kita tidak tertuju kepada Tuhan, tetapi pada kekuatan dunia dan diri kita sendiri.
Sekalipun Ayub adalah orang yang baik dan saleh, tetapi kesabarannya habis juga ketika malapetaka datang silih berganti menimpa dirinya dan keluarganya. Ia memberontak kepada Allah dan mempertanyakan keadilan-Nya. Rupanya dosa kesombongan telah menguasai dirinya, sehingga ia dengan mudah memberontak kepada Allah yang selama ini diabdi dan disembahnya.
Kesombongan telah membutakan mata imannya untuk melihat dan menyadari Kemahakuasaan Allah atas hidup manusia. Itulah sebabnya Allah menjawab keluhan dan pemberontakan Ayub bukan dari langit takhtaNya, tetapi justru dari dalam badai laut. Tentu dengan maksud agar Ayub sadar kembali akan kuasa Allah yang dapat mengalahkan segalanya dan yang dapat meredakan gelombang laut persoalan yang menimpa umat manusia.
Kisah kehidupan Ayub ini hendak menyadarkan kita bahwa hanya iman dan kerendahan hatilah yang memampukan kita melihat dan mengakui kebesaran dan kekuasaan Tuhan atas hidup kita. Iman tidak berarti Tuhan mengubah situasi hidup kita, tetapi Tuhan mau mengubah diri kita untuk menjadi pribadi yang beriman dan rendah hati.
Rasul Paulus dalam bacaan hari ini mengingatkan kita bahwa melalui wafat dan kebangkitan Kristus, kita diubah menjadi manusia baru dari manusia lama menjadi manusia baru. Artinya, berpasrah total kepada Allah dan tidak menghambakan diri pada kuasa dunia.
Adakalanya Tuhan menenangkan badai agar kita sadar akan kuasa dan kebesaran-Nya. Ada kalanya Tuhan membiarkan badai mengamuk untuk menguji iman dan kesabaran kita. Tetapi satu hal yang pasti bahwa Tuhan tidak pernah sedikitpun menghendaki kehancuran dan kebinasaan atas hidup kita. Itulah yang harus kita sadari bahwa dengan iman kita menjadi tahu dan sadar betapa besarnya cinta dan perlindungan Tuhan atas diri dan hidup kita.
Melalui kisah Yesus meredakan badai taufan kita dibawa pada sebuah keyakinan bahwa iman itu dapat mengubah dan mengalahkan segalanya. Iman adalah pilihan untuk percaya pada Tuhan bahkan menjadi jalan keluar ketika seribu jalan bahagia tertutup di depan mata kita. Ingatlah, tanpa Tuhan hidup kita tidak memiliki tujuan, dan makna. Tanpa makna hidup kita tidak memiliki harapan. Yakinlah, jika kita memiliki iman, maka kita akan memiliki segalanya.