MATA HATI
Dalam hal melihat, orang menghadapi salah satu penyakit, yakni buta. Ada yang buta mata kepalanya, sehingga tidak dapat melihat keindahan dunia ini. Yang kedua buta warna. Mata kepalanya dapat melihat; hanya tidak mampu membedakan warna-warna tertentu. Ada yang hatinya buta. Hatinya tidak mau melihat. Tentu, ini yang paling parah. Mengapa?
Pertama, bisa melanda siapa saja. Hampir setiap orang. Kedua, berkaitan dengan kehendak dan kepekaan. Bukan soal fisik jasmaniah, tetapi menyangkut batin dan rohaniah. Ketiga, sulit dicegah sebelum menjangkiti dan sukar disembuhkan sesudah orang terjangkiti.
Sabda Sang Guru Kehidupan tentang kain baru tidak ditambalkan pada baju yang tua (Luk 5: 36) dan anggur baru harus disimpan dalam kantong kulit yang baru (Luk 5: 37) relevan bagi penyandang buta hati. Bagaimana maksudnya?
Orang yang buta hatinya tidak mau melihat. Akibatnya, kehilangan keindahan dunia dan cepat bosan dalam hidup ini. Suami-isteri yang gagal melihat sisi yang selalu baru dalam diri pasangannya dikuasai rasa bosan kepada mantan pacarnya itu. Apalagi jika hanya melihat kekurangan atau kelemahannya. Seorang profesional yang tenggelam dalam rutinitas sulit menikmati pekerjaannya. Seperti tidak ada yang baru di sana. Membosankan.
Kehidupan agama dan rohani seperti doa dan ibadah pun bisa dilanda penyakit ini. Yang saleh beragama terjebak dalam mengulang-ulang ibadahnya (doa dan puasa) tanpa motivasi dan roh yang baru. Tidak membuat dirinya makin dekat dengan Tuhan. Agama menjadi tradisi dan kebiasaan. Doa tidak memberinya mata dan hati untuk melihat kehadiran dan karya Tuhan yang selalu baru. Beragama secara demikian membosankan.
Ajaran Sang Guru Kehidupan itu menegaskan betapa pentingnya orang mengenakan mata dan hati baru dalam relasi dengan Dia. Allah yang selalu baru (kain baru; anggur baru) tidak bisa ditambalkan pada rutinitas (kain atau kantong kulit yang lama). Bila itu dipaksakan, kain lama makin besar koyaknya atau kantong kulit lama akan hancur dan terbuanglah anggurnya. Kehilangan makna.
Orang perlu bersyukur bila matanya tidak buta dan tetap bisa membedakan warna. Tetapi terus-menerus tetap perlu berdoa; memohon agar mata hatinya tidak buta. Dengan demikian, dapat senantiasa melihat Tuhan yang hadir dalam dunia dan kehidupan yang setiap saat diperbaruinya.
Jumat, 3 September 2021
PW Santo Gregorius, pembaru liturgi Gereja
RP Albertus Herwanta, O. Carm.