KERJA GILA
Romo Albertus Herwanta, O. Carm
Hanya sedikit yang memahami kerja gila. Yang banyak orang ketahui adalah gila kerja. Ada perbedaan besar antara keduanya. Gila kerja menyebabkan orang lupa akan keluarganya dan membuat pelakunya bisa lelah, frustrasi, “burn out” serta tidak “happy” sama sekali.
Kerja gila, sebaliknya. Di sana karya atau pekerjaan yang tampaknya normal-normal saja menampakkan hal yang luar biasa. Misalnya, karya Tuhan. Cara Tuhan bekerja ketap sulit dimasukkan dalam logika manusia.
Ketika Sang Guru Kehidupan pulang ke rumah dan melayani banyak orang sampai makan pun Dia tidak dapat (Mrk 3: 20), keluarga-Nya datang menjemput. Mereka mengira bahwa Dia sudah tidak waras (Mrk 3: 21). Sikap peduli dari Tuhan kepada manusia melampaui akal budi manusiawi. Gila.
Lebih dari itu, dengan menjadi manusia Dia mendamaikan manusia dengan Allah. Jalan yang ditempuh adalah mengorbankan Diri di kayu salib. Di sana darah-Nya dicurahkan untuk pengampunan dosa.
Surat kepada orang Ibrani menegaskan makna karya itu. “Sebab, jika darah domba jantan dan darah lembu jantan dan percikan abu lembu muda menguduskan mereka yang najis, sehingga mereka disucikan secara lahiriah, betapa lebihnya darah Kristus, yang oleh Roh yang kekal telah mempersembahkan diri-Nya sendiri kepada Allah sebagai persembahan yang tak bercacat, akan menyucikan hati nurani kita dari perbuatan-perbuatan yang sia-sia, supaya kita dapat beribadah kepada Allah yang hidup” (Ibr 9: 13-14).
Berbeda dari para imam yang bertugas mempersembahkan darah domba jantan atau anak lembu untuk menghapus dosa, Sang Imam Agung mempersembahkan darah-Nya sendiri. “Ia telah masuk satu kali untuk selama-lamanya ke dalam tempat yang kudus bukan dengan membawa darah domba jantan dan darah anak lembu, tetapi dengan membawa darah-Nya sendiri. Dan dengan itu Ia telah mendapat kelepasan yang kekal” (Ibr 9: 12).
Mempersembahkan binatang kurban dan darahnya untuk keselamatan manusia adalah biasa. Tetapi mengurbankan hidup dengan mencurahkan darah-Nya sendiri sungguh luar biasa dan sulit dipahami. Faktanya, itulah jalan yang ditempuh-Nya.
Mengapa hal itu dilakukan? Karena dosa manusia yang berbuah kematian itu buruk luar biasa. Untuk menebusnya, Allah mesti menempuh jalan yang di luar pikiran manusia. Bukan sekadar “out of the box”, tetapi suatu karya gila.
Shek O HK, 23 Januari 2021