Dambakan Hidup Rukun dan Damai
Oleh Romo John Kota Sando, Pr
Ketika saya memimpin perayaan Ekaristi di Stasi-Stasi pedalaman, terutama di wilayah Merauke-Papua, lagu dari Madah Bakti No. 530 yang berjudul Hidup Rukun dan Damai, sepertinya menjadi sebuah lagu yang wajib dinyanyikan sebagai lagu penutup dalam perayaan Ekaristi atau kegiatan ibadah lainnya. Umat suka menyanyikan lagu ini karena lagu tersebut mengungkapkan kerinduan mereka akan hidup rukun dan damai, yang mungkin selama ini belum terwujud sepenuhnya.
Tidak hanya itu saja, juga lagu tersebut menggambarkan hati orang Papua yang sesungguhnya. Orang Papua itu sangat cinta damai dan menjunjung tinggi persatuan dan persaudaraan. Pada dasarnya orang Papua itu tidak suka konflik. Konflik itu justru dibawa oleh orang-orang yang datang masuk Papua dengan tujuan tertentu dan kepentingannya masing-masing.
Ketika manusia hadir di muka bumi ini, Tuhan hanya punya satu harapan, yakni agar umat manusia hidup bersatu dan bersaudara satu sama lain. Tetapi apa yang terjadi sekarang ini? Kita harus jujur mengatakan, bahwa tak mudah bagi kita untuk bersatu, karena kita cendrung saling mencurigai, dan selalu berpikir negatif terhadap orang lain.
Hidup persaudaraan sepertinya tak mudah diwujudkan, karena masing-masing pribadi atau kelompok merasa dirinya lebih baik dan lebih benar daripada yang lain. Kita sulit bertoleransi karena karena ada saja orang-orang yang tidak menghargai dan menerima perbedaan yang ada atau selalu berpikir negatif terhadap hidup dan ajaran agama lain.
Bacaan-bacaan Kitab Suci yang kita renungkan hari ini, terutama bacaan pertama dan bacaan Injil, mengajak kita untuk selalu berpikir positif terhadap orang lain; tidak mengklaim diri sebagai orang yang paling benar, paling pantas dan paling hebat dari semuanya. Tuhan tidak pernah membeda-bedakan orang, ketika Ia berbuat baik kepada manusia. Dan Tuhan memanggil siapa saja yang berkehendak baik untuk menjadi rekan sekerja-Nya dalam mewujudkan kebaikan dan karya penyelamatan-Nya di dunia ini.
Rasul Yakobus dalam bacaan kedua mengingatkan kita, agar jangan sampai hidup persaudaraan dan persatuan kita dinodai dan dihancurkan oleh sifat serakah kita akan harta. Dosa serakah selalu melahirkan ketidakadilan, korupsi, penindasan dan eksploitasi kemanusiaan.
Tentang persatuan dan persaudaraan, Paus Fransiskus mengatakan begini: Air tidak meminum airnya sendiri. Pohon tidak memakan buahnya sendiri. Matahari tidak bersinar untuk dirinya sendiri. Bunga tidak menyrap keharumannya sendiri. Hidup bersama orang lain adalah hukum alam. Kita semua diciptakan untuk hidup bersatu dan bersaudara serta hidup berdampingan secara damai sebagai makhluk ciptaan Tuhan. Hidup menjadi lebih indah karena kita bahagia, tetapi jauh lebih indah ketika orang lain berbahagia karena kita.
Salve dan Berkat Tuhan.
Jayapura, 26 September 2021.