DERITA CINTA
Oleh RP Albertus Herwanta, O. Carm.
Tiada realita yang paradoksnya melebihi cinta. Unik sekaligus universal. Setiap pribadi yang unik memiliki cinta yang unik juga. Namun cinta itu bersifat universal; ada pada semua manusia.
Cinta itu amat mahal. Sedemikian mahal sehingga tak terbeli. Namun ada yang mengungkapkannya hanya dengan setangkai bunga mawar. Orang dapat memperolehnya bukan dengan cara membeli, tetapi hanya menerima secara cuma-cuma dari sang pemberinya. Mahal sekaligus cuma-cuma. Bersyukurlah mereka yang menerimanya.
Tidak Dapat Penjarakan Cinta
Perceraian Bill Gates dari Melinda yang sudah dinikahi 27 tahun lamanya hanyalah satu contohnya. Apakah sebagai orang terkaya keempat di dunia menurut Majalah Forbes, dia tidak dapat membayar cinta Melinda?
Banyak yang mengalami bahwa cinta itu nikmat dan membahagiakan, tetapi sekaligus bisa amat menyakitkan. Bukan hanya cinta antar manusia yang bersifat demikian. Cinta spiritual pun sama. Bukankah banyak orang kudus yang dicintai Tuhan menderita sakit cinta? Santo Yohanes dari Salib dan Santa Teresa dari Avila, dua di antaranya. Bacalah tulisan-tulisan tentang pengalaman cinta rohani mereka.
Karena itu, jangan heran kalau Sang Cinta Sejati bersabda begini, “Akulah pokok anggur yang benar dan Bapa-Kulah pengusahanya. Setiap ranting pada-Ku yang tidak berbuah, dipotong-Nya, dan setiap ranting yang berbuah, dibersihkan-Nya supaya berbuah lebih banyak” (Yoh 15: 1-2). Bagaimana maksudnya?
Bisa dihubungkan dengan cinta atau kasih. Mereka yang hidupnya tidak membuahkan kasih akan dipotong alias sama saja mati. Kering, dibuang dan dibakar (Yoh 15: 6). Bukankah manusia yang tidak mengasihi pada dasarnya sudah mati?
Lalu apa arti ayat berikutnya? Yang berbuah dibersihkan agar lebih banyak buahnya. Cinta kasih itu perlu dibersihkan atau dimurnikan dan prosesnya sering amat menyakitkan. Makin mencintai, makin orang mudah tersakiti. Sakit cinta bukanlah sakit yang mematikan, tetapi menghidupkan. Bahkan dimaksudkan untuk menghasilkan buah yang jauh lebih banyak.
Mungkin banyak yang protes. Mengapa cinta tidak sebaiknya menyenangkan dan membahagiakan saja? Jawabannya, baca judul tulisan ini. Cinta memang mengandung derita. Kalau tidak siap menderita, jangan mencinta. Tapi kalau orang tidak mencinta, apa masih layak disebut manusia?
Rabu, 5 Mei 2021