API TUHAN
Banyak bangsa dan budaya menjelaskan bahwa di samping air, tanah dan kayu, api merupakan unsur penting dari kehidupan. Tanpa api hidup ini mati (tidak menyala) dan dingin serta kehilangan cahaya.
Memang, api juga sangat berbahaya dan mengancam kehidupan manusia. Betapa luas hutan yang terbakar pada waktu musim panas. Betapa banyak kerugian akibat rumah-rumah yang terbakar. Karena itu, orang mesti mampu mengelola dan mengendalikan api sebaik-baiknya.
Secara teknologi manusia makin maju dalam mengendalikan api. Namun semaju apa pun ilmu pengetahuan dan teknologinya, manusia akan tetap kewalahan menghadapi dua macam api. Pertama, api cinta. Kedua, api Tuhan. Mengapa?
Keduanya itu membakar. Kadang habis-habisan; sulit dipadamkan. Menariknya, api itu membakar tanpa menghanguskan. Orang yang dibakarnya merasa kepanasan sekaligus ingin tetap merasakan. Orang yang berada di dalamnya serasa jatuh ke bawah tanpa pernah menyentuh dasar. Orang menikmati dimakan api cinta! Ngeri-ngeri nikmat.
Bukannya bersedih karena mengalami kerugian, orang yang dibakar oleh api ini malah bersukacita. Penulis Kidung Agung menegaskan, “Air yang banyak tidak kuasa memadamkan cinta, tiada pun sungai-sungai dapat menghanyutkannya. Sekali pun orang menyerahkan seluruh harta miliknya untuk memperoleh cinta kasih, ia tetap merasa sangat beruntung” (Kid 8: 7).
Api cinta manusia membuatnya tergila-gila. Ada yang nyaris setengah gila. Bagaimana tidak gila, “lha wong” dunia ini milik Tuhan dan semua orang “kok” dianggap milik berdua. “Edan!” Cinta manusia memang ada egoisnya.
Berbeda dari cinta Tuhan yang tidak mengambil, tetapi memberi lebih. Bahkan semuanya. Karena itu, barangsiapa ditarik dan dikuasai cinta-Nya tidak pernah kehilangan apa pun. Itulah yang dialami oleh Santa Klara dari Assisi, Italia. Dia tinggalkan seluruh kemapanan dan kenikmatan hidup keluarga kayanya. Lalu memeluk kemiskinan demi mencintai Tuhan.
Apa yang dialaminya? Kebahagiaan yang melampaui seluruh kebahagiaan yang diberikan oleh dunia. Demikianlah pengalaman orang yang dibakar oleh api Tuhan. Gimana, pengin merasakan?
Rabu, 11 Agustus 2021
RP Albertus Herwanta, O. Carm.