ADAKAH SIKAP ‘PILIH KASIH’ – ‘DISKRIMINASI’ DALAM UMAT KITA?
20 Februari ,
KAMIS
(Hijau)
Yakobus 2: 1-9
Mazmur 34: 2 – 7
Markus 8: 27-33
(27) Kemudian Yesus beserta murid-murid-Nya berangkat ke kampung-kampung di sekitar Kaisarea Filipi. Di tengah jalan Ia bertanya kepada murid-murid-Nya, kata-Nya: “Kata orang, siapakah Aku ini?” (28) Jawab mereka: “Ada yang mengatakan: Yohanes Pembaptis, ada juga yang mengatakan: Elia, ada pula yang mengatakan: seorang dari para nabi.” (29) Ia bertanya kepada mereka: “Tetapi apa katamu, siapakah Aku ini?” Maka jawab Petrus: “Engkau adalah Mesias!” (30) Lalu Yesus melarang mereka dengan keras supaya jangan memberitahukan kepada siapapun tentang Dia. (31) Kemudian mulailah Yesus mengajarkan kepada mereka, bahwa Anak Manusia harus menanggung banyak penderitaan dan ditolak oleh tua-tua, imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, lalu dibunuh dan bangkit sesudah tiga hari. (32) Hal ini dikatakan-Nya dengan terus terang. Tetapi Petrus menarik Yesus ke samping dan menegor Dia. (33) Maka berpalinglah Yesus dan sambil memandang murid-murid-Nya Ia memarahi Petrus, kata-Nya: “Enyahlah Iblis, sebab engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah, melainkan apa yang dipikirkan manusia.”
“Sebagai orang beriman akan Yesus Kristus, Tuhan kita, yang mulia, janganlah iman itu kamu amalkan dengan memandang muka”— Yakobus 2:1
BANYAK UMAT KRISTIANI tidak menunjukkan sikap pilih kasih, pra-sangka atau rasist, dalam kata-katanya. Mereka tahu dan sadar bahwa itu salah atau keliru, maka mereka tidak melakukannya. Tetapi betulkah dalam praktek hidup mereka begitu ? Kalau kita amati dan dari pengalaman, tidak sedikit umat kita menunjukkan sikap pilih-pilih dalam kehidupan bersama, meski secara halus. Upama saja: Banyak umat kristiani memilih tinggal terpisah dari sesama umat yang miskin. Sering kita dengar dalam intensi doa, mereka memohon Tuhan dalam hal tempat tinggal atau residensi. Mereka mengandaikan bahwa Tuhan itu menghendaki agar mereka tinggal dalam lingkungan tetangga yang lebih baik, kalau mereka dapat membelinya ataupun belum mampu membelinya, nanti kapan-kapan.
Keputusan mereka itu sebenarnya didorong oleh macam-macam sikap atau motivasi: ada umat yang enggan tinggal di dekat umat yang miskin; mereka tak mau berbicara dengan mereka, tak mau makan dengan mereka, pergi berbelanja, di tempat yang sama. Malahan mereka tak mau pergi beribadat bersama yang miskin di tempat ibadat yang sama. Di Amerika Serikat masih ada ‘rasisme’ dalam bentuk adanya gereja bagi orang kulit putih, gereja bagi orang hitam, gereja untuk orang-orang Amerika Latin (Hispanik). Ini seperti zaman penjajahan Belanda di tanah air kita dulu, ada tempat-tempat khusus untuk orang bule, untuk pribumi, tempat khusus untuk orang-orang Asia Timur (Tionghoa). Dan di zaman NKRI ini, masih ada sikap dan tindakan ‘diskrimanasi itu’: ‘kami pribumi – kamu non-pri’, ‘kami mayoritas-kamu minoritas’ !
Sikap ‘pilih-pilih’ itu – dalam lingkup kesatuan bangsa, sangat merongrong rasa solidaritas kita sebagai bangsa, dan dalam lingkup Umat Gereja, kita menyangkal kekatolikan kita, kekristianitas kita.
Mari kita memeriksa batin kita dalam sikap dan perilaku hidup kita, dalam kesamaan martabat dan hak di hadapan Allah. Apakah ada unsur ‘pilih kasih’ dalam hal mencari tempat tinggal, dalam hal pergaulan bersama ? Biarkan Yesus Kristus menjadi “Tuhan” atas tempat tinggal kita dan atas hidup kita !
DOA : Bapa, utuslah Roh Kudus-Mu untuk memutuskan mata rantai diskriminasi dalam sikap hidup kami, yang memisahkan si kaya dan si miskin.
JANJI: “Engkau adalah Mesias” — Markus 8: 29
PUJIAN: Puji Tuhan, berkat “Sumpah Pemuda: Satu Nusa, Satu Bangsa, Satu Bahasa”, dalam Ibadat bersama dalam Gereja, tidak ada sikap pilih kasih atau ‘diskriminasi’ di antara kita sesama warga Gereja, yang ‘Satu, Katolik dan Apostolik’.