Mari Kian Peduli Pada yang Lemah dan Miskin
Tema Arah Dasar (Ardas) Keuskupan Agung Jakarta pada tahun 2025 adalah “Kepedulian Lebih Pada Yang Lemah dan Miskin”.
Mari perhatikan ada kata ”Lebih” pada tema tersebut. Ini berarti, sejauh ini umat KAJ sudah memiliki dan menunjukkan kepeduliaan kepada mereka yang kecil, miskin, tersingkir dan sebagainya.
Namun, pada tahun 2025 umat Allah di KAJ diminta untuk meningkatkan kepeduliaan karena memang masih banyak orang yang benar-benar memerlukan uluran kepeduliaan dalam aneka bentuk.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk miskin di Jakarta pada Maret 2024 mencapai 464,93 ribu orang, dengan persentase 4,30%. Puji Tuhan, angka ini menurun 12,9 ribu orang dari Maret 2023 yang sebesar 477,83 ribu orang.
Tentu saja, angka tersebut hanya meliputi masyarakat ber-KTP Jakarta. Di Jakarta, banyak orang ber-KTP daerah lain, atau tidak memiliki KTP, dan mereka ini biasanya masuk dalam ketegori miskin sebab menempati tempat-tempat kumuh. Mereka ini pun memerlukan ulur peduli.
Arah dasar tersebut dapat diwujudkan dengan melakukan aksi nyata paroki dan komunitas untuk membantu yang miskin dan lemah, menerapkan atau menghidupi prinsip “Non Multa Sed Multum” (lebih sedikit program, namun efektif).
Gereja juga diajak terlibat dalam memerangi perdagangan manusia dan perlindungan korban. Umat diminta pula memperkuat solidaritas dan subsidiaritas serta melakukan aksi nyata seperti memberikan edukasi kesehatan, pencegahan stunting, dan pemberian bantuan bagi yang membutuhkan.
Di sini terlihat adanya gerakan pro aktif memberi dari diri dan kemampuan yang ada. Dan sikap memberi ini tidak didasarkan pada motivasi untuk mendapatkan balasan—dari Tuhan secara berlipat ganda.
Misalnya kalau kita memberi 10 juta rupiah, lalu berharap Tuhan melipatgandakannya menjadi 100 juta atau 500 juta dan seterusnya.
Kalau ini motivasinya, orientasi sang pemberi tetap saja pada dirinya sendiri. Dalam bahasa yang sarkastis, sikap memberi semacam ini tak ubahnya sikap ”menyogok” Tuhan, padahal Tuhan tak bisa disogok. Dengan kata lain, ini sikap dan motivasi yang keliru.
Sikap memberi semestinya didasarkan pada sikap syukur atas berkat yang Tuhan berikan dalam berbagai bentuk. Dalam bahasa yang lain, blessed to be bless.
Setiap kita telah mengalami berkat Tuhan dalam berbagai rupa. Yang diperlukan kemudian adalah sikap syukur yang dikonkretkan dalam aksi, juga dalam aneka rupa. Melalui kepelbagaian aksi konkret itu, banyak orang bisa tertolong, merasa diberkati Tuhan, tidak (merasa) berjuang sendiri dalam sepi.
Kita diajak untuk peka terhadap sesama, minimal di sekitar kita. Penyair Rendra secara sarkastis melalui sebuah puisinya mengatakan: Jangan mengaku kaya jika tetanggamu makan bangkai kucingnya.
Yesus sendiri adalah wujud sangat konkret dari Allah yang peduli pada nasib manusia. Dan Yesus yang sama telah menunjukkan sikap peduli selama masa hidup dan karya-Nya, bahkan setuntas-tuntasnya. Kita bisa!