Selamat Datang, Paus Fransiskus, Gembala Berbau Domba
Salah satu ungkapan terkenal nan unik dari Paus Fransiskus adalah ”Gembala Berbau Domba”. Ungkapan ini pertama kali dia sampaikan dalam homilinya pada Misa Krisma 28 Maret 2013, dua minggu setelah terpilih menjadi paus ke-266. Dan segera setelah itu, ungkapan tersebut mendunia, sama mendunianya dengan ungkapannya yang lain yang berbunyi” ”Membuang-buang makanan sama dengan merampas hak orang miskin”.
Sebagai Paus dan Uskup Roma, ungkapan ”Gembala berbau domba” tersebut dia tujukan kepada para imam. Dan karena dirinya juga adalah seorang imam, maka ungkapan tersebut juga untuk dirinya sendiri.
Lantas, apa yang Paus bernama asli Jorge Mario Bergoglio asal Keuskupan Buenos Aires, Argentna itu maksudkan dengan ungkapan tersebut? Paus yang dijuluki Francesco Insieme atau “Paus dari Dunia Baru” ini hendak mengingatkan kepada para imam untuk benar-benar menghayati tugas mereka sebagai gembala umat. Agar menjadi gembala untuk seluruh umat dalam situasi apa pun, dan bagaimana pun kehidupan umat mereka. Inilah tugas yang sangat melekat erat pada diri setiap imam.
Vital dan Penuh Risiko
Boleh saja dalam masyarakat acapkali pekerjaan sebagai gembala dianggap remeh, tapi sesungguhnya peran gembala sangat vital sekaligus penuh risiko. Di Israel misalnya, seorang gembala ketika membawa kawanannya ke dan dari padang rumput, berjalan di depan sementara kawanannya mengikuti dari belakang.
Spiritualitas yang hidup di balik itu, gembalalah yang akan menghadapi apa pun di depannya, termasuk serigala yang hendak menerkam. Tidak hanya itu, jika ada kawanan dombanya yang sakit atau terluka, sang gembala akan memikul, lalu membawa pulang untuk diobati.
Kedatangan Paus pada 3-6 September 2024 adalah bagian dari melaksanakan tugas sebagai seorang gembala. Dia datang menyapa, mendengarkan, menguatkan, mengobati, memberi harapan kepada kawanannya dalam aneka tantangan dan peluang.
Seperti dikatakan oleh Romo Magnis Suseno SJ, bahwa di Indonesia masih terjadi insiden-insiden intoleransi, iya. Tapi jangan sampai insiden-insiden yang digerakkan oleh ”oknum” itu menggelapkan suasana yang sudah bertumbuh dengan baik.
Kehadiran Paus Fransiskus hendaknya tidak hanya meneguhkan secara ke dalam, tetapi memicu dan memacu setiap orang Katolik Indonesia untuk keluar dari cangkangnya, mengambil peran dan menjadi tanda kehadiran Kristus melalui cara-cara hidup dan bukti-bukti yang sederhana. Syukur alhamdulillah jika memainkan peran yang besar, diiringi kerendahan hati.
Kembali kepada ”Gembala berbau domba”. Dalam upaya gembala untuk berbau domba, baik gembala maupun domba harus selalu menghidupkan kesadaran agar tidak menumbuhkan ”saling menyita” untuk diri sendiri. Umat memiliki peran menjaga imamat sang gembala. Serentak dengan itu, sang imam harus selalu hadir dengan martabat kegembalaannya. Singkatnya, keduanya harus saling menjaga.
Paus Fransiskus adalah sosok yang mengagumkan justru karena kerendahan hati, kesederhanaan dan ketulusan. Dan semua keutamaan tersebut mengundang decak kagum. Tetapi berhenti pada decak kagum, artinya kita belum memetik apa-apa. Kata Kardinal Suharyo, mengagumi itu baik, tetapi melaksanakan ajaran-ajarannya jauh lebih baik.
Selamat datang, Paus Fransiskus. Benvenuto, Papa Francesco. We love you! (Emanuel Dapa Loka)