PINTU YANG SEMPIT
Oleh Pater Kimy Ndelo, CSsR, Provinsial Redemptoris
Sebagian besar kota di dunia kuno dikelilingi oleh tembok yang memiliki gerbang besar di dalamnya. Yerusalem pun demikian. Kota kuno ini memiliki sekitar dua belas gerbang yang cukup besar untuk lalu lintas dua arah. Orang-orang berjalan melalui gerbang ini untuk melakukan bisnis mereka, berbelanja dan mengunjungi teman-teman mereka. Gerbang-gerbang ini ditutup pada malam hari, untuk menjaga agar kota tidak diserang oleh musuh.
Ada juga gerbang yang lebih kecil di mana setiap warga kota dapat diizinkan masuk ke kota oleh penjaga tanpa membahayakan kota. Gerbang yang lebih kecil ini seperti pintu putar – hanya satu orang pada satu waktu yang bisa masuk melaluinya. Gerbang yang lebih kecil atau lebih sempit inilah yang dimaksudkan Yesus.
Yesus mengulangi gambaran Yesaya tentang perjamuan terakhir. Dia tidak ingin para pengikutnya menganggap bahwa mereka bisa menyelinap masuk ke rumah Bapa-Nya. Yesus tidak berbicara tentang “orang dalam” yang bisa menolong melainkan perlu dedikasi yang nyata.
Kerumunan akan mendesak untuk masuk, tetapi pintunya akan terlalu sempit untuk menerima semuanya. Jika kurang waspada maka akan dipaksa untuk tinggal di luar dan sia-sia memohon untuk masuk.
Mereka mungkin akan berkata bahwa mereka harus diizinkan masuk karena mereka telah mengenal Yesus selama hidup-Nya di dunia. Ironi dari gambaran Yesus adalah bahwa gerbang sempit adalah cara yang tepat untuk memasuki Kerajaan Surga justru karena pintu ini hanya cukup untuk menerima satu orang – yakni siapa pun yang bersedia melakukan pelayanan pengorbanan untuk kemuliaan Tuhan.
Dengan kata lain, masuk melalui pintu yang sempit menunjukkan ketaatan yang nyata dan tulus kepada Tuhan Yesus. Orang harus mampu mengatasi semua godaan dan menolak setiap pencobaan. Ini adalah jalan sempit cinta tanpa syarat dan tiada hentinya. Iman belaka kepada Yesus dan keanggotaan dalam Gereja-Nya melalui Pembaptisan tidak dapat menjamin keselamatan.
Beberapa Bapa Gereja menafsirkan pintu sempit itu sebagai tempat kecil di dalam hati di mana seseorang mengatakan “ya” atau “tidak” pada apa yang diketahuinya sebagai kebenaran. Ini adalah satu-satunya tempat di mana tidak ada kekuatan eksternal yang bisa masuk untuk membentuk atau memaksa pilihan seseorang. Tempat inilah yang disebut Teresa dari Avila sebagai “pusat jiwa” di mana Tuhan bersemayam.
Yesus bisa dipahami juga sebagai pintu yang sempit, jalan yang dengannya setiap orang bisa memasuki kota Surgawi. Ada pilihan dan keputusan disini. Keselamatan ditawarkan kepada semua orang, tetapi tidak dipaksakan kepada siapa pun. Jika kita tidak memanfaatkan momen yang tersedia – momen anugerah untuk bertindak – maka sebelum kita menyadarinya, waktunya akan tiba untuk “menutup pintu.”
Uskup Fulton J. Sheen pernah mengatakan bahwa kita akan mengalami tiga kejutan di Surga. Kejutan pertama: Kita akan terkejut melihat banyak orang yang kita harapkan ada di Surga ternyata tidak ada di sana. St. Yohanes dari Salib memberikan alasan mengapa mereka tidak ada di sana: “Pada malam kehidupan kita, kita akan dihakimi berdasarkan bagaimana kita telah mengasihi.”
Kejutan kedua: Kita akan terkejut melihat orang-orang yang tidak pernah kita duga ada di Surga ternyata ada di sana. Itu karena Tuhan menilai niat manusia dan memberi imbalan yang sesuai. Kejutan ketiga: Kita akan terkejut melihat bahwa kita ternyata berada di Surga!
Karena masuknya kita ke Surga pada prinsipnya adalah pekerjaan Tuhan, kita harus terkejut bahwa Tuhan entah bagaimana “menyimpang dari jalan-Nya” untuk menyelamatkan kita, hanya karena kita menunjukkan niat baik dan kemurahan hati untuk bekerja sama dengan Tuhan menawarkan kasih karunia-Nya kepada sesama selama hidup kita.
Tetapi kita jangan mengharapkan kejutan ketiga, karena mungkin tidak berlaku bagi kita. Setiap saat yang kita jalani adalah kesempatan untuk sebuah anugerah, kesempatan untuk bertindak sebagai murid Yesus.
Lakukanlah bagianmu semaksimal mungkin dan biarlah sisanya dikerjakan Tuhan. Dia pasti adil dan murah hati. Hiduplah dalam harapan; ibarat mimpi yang hanya bisa terwujud jika kita bangun dan mewujudkan mimpi itu. Harapan bukan untuk orang yang tidur.
Biara Novena “Maria Bunda-Nya Yang Selalu Menolong (MBSM), Kalembu Nga’a Bongga (KNB) Weetebula, Sumba “tanpa wa”