MENUNDUKKAN KEPENTINGAN DIRI
Kepentingan berada di balik tindakan manusia. Memiliki kepentingan tidaklah buruk. Kepentingan itu bermasalah ketika hanya berpusat pada dan demi diri sendiri.
Ciri-ciri sikap mementingkan diri sendiri antara lain tampak dalam cemburu dan iri hati. Orang yang cemburu mengukur segala sesuatu berdasarkan dirinya sendiri. Orang cemburu, karena menilai dirinya tidak secantik, sekaya, sesukses atau sehebat orang lain.
Rasa cemburu ini mempunyai saudara kembar. Namanya iri hati. Rasa cemburu dan iri hati itu tidak pernah adil, karena ukurannya subjektif; hanya dari sudut pandang diri sendiri. Mengabaikan horizon yang utuh dan cakrawala yang luas.
Buah dari sikap demikian negatif. “Sebab di mana ada iri hati dan mementingkan diri sendiri di situ ada kekacauan dan segala macam perbuatan jahat” (Yak 3: 16). Tahu alasannya?
“Jika kamu menaruh perasaan iri hati dan kamu mementingkan diri sendiri janganlah kamu memegahkan diri dan janganlah berdusta melawan kebenaran. Itu bukanlah hikmat yang datang dari atas, tetapi dari dunia, dari nafsu manusia, dari setan-setan” (Yak 3: 14-15).
Ajaran rasul Yakobus itu lebih keras daripada isi alinea I-III di atas. Cemburu, iri hati dan mementingkan diri sendiri itu dari bawah: dunia, nafsu manusia dan setan-setan. Selalu menarik manusia ke bawah dan membuatnya hina. Tidak pernah memuliakan manusia.
Celakanya, tiga hal itu menjangkiti hidup manusia hampir di semua lini. Dalam keluarga, di tempat kerja, lembaga agama dan negara. Bukankah politik akrab dengan kepentingan diri atau kelompok sendiri?
Jadi, mengapa hidup bersama sering kacau dan penuh dengan kejahatan? Salah satu sumbernya adalah mementingkan diri sendiri yang lahir dari cemburu dan iri hati.
Orang yang dipenuhi kasih dan hikmat dari atas tidaklah bersikap demikian (Yak 3: 17-18). Kasih itu memberi dan mengarah kepada sesama. Itulah salah satu jalan terbaik untuk menundukkan kepentingan diri.
Senin, 21 Februari 2022
RP Albertus Magnus Herwanta, O. Carm.