HARTA NAN LANGKA
Di atas harta kekayaan masih ada yang manusia dambakan. Jika harta benda sungguh dapat memuaskan diri, setelah kaya raya dan berkuasa tentu manusia berhenti mencari.
Pengalaman menunjukkan bahwa kekayaan berlimpah dan kedudukan tinggi belum tentu dapat menjawab kerinduan terdalam yang tersimpan dalam hati. Seringkali justru menggelisahkan.
Ratu negeri Syeba kurang apa, jika diukur dari harta benda dan kedudukannya? Dia datang menemui raja Salomo, membawa rempah-rempah, sangat banyak emas dan batu permata yang mahal-mahal (1 Raj 10: 2).
Kedatangannya bukan untuk pamer harta, tetapi untuk mencari jawab atas teka-teki hidup yang belum ditemukan di tengah kelimpahan hartanya.
Raja Salomo tidak hanya memberi jawab atas semua pertanyaannya (1 Raj 10: 3). Dia juga menunjukkan betapa sang raja memiliki harta amat mulia yang tak terjamah tangan manusia; tak dapat dijarah nafsu angkara.
“Ketika ratu negeri Syeba melihat segala hikmat Salomo dan rumah yang telah didirikannya, makanan di mejanya, cara duduk pegawai-pegawainya, cara pelayan-pelayannya melayani dan berpakaian, minumannya dan korban bakaran yang biasa dipersembahkannya di rumah TUHAN, maka tercenganglah ratu itu” (1 Raj 10: 4).
Sang ratu pun berkata bahwa yang pernah didengarnya belum ada separuh dari yang dilihatnya (1 Raj 10: 6-7). Hikmat dan kebijaksanaan Salomo itu hanya bisa dialami dan dirasakan.
Harta benda, tahta, makanan dan minuman mempunyai nilai insani dan budaya yang tinggi ketika berada di tangan kaum bijaksana. Sedang di tangan generasi yang tanpa akal budi, kebudayaan dan kebijaksanaan, mereka menjadi sumber pertengkaran dan kehancuran. Dalam genggaman kaum tak beradab harta dan kuasa mendatangkan azab serta sengsara.
Ternyata, di atas harta benda dan kuasa masih ada kekayaan yang melampauinya. Itulah kebijaksanaan. Tak banyak yang memilikinya. Bukan karena minim persediaannya, tetapi sangat sedikit yang serius mencarinya. Kini kebijaksanaan itu jadi harta nan langka.
Rabu, 9 Februari 2022
RP Albertus Magnus Herwanta, O. Carm.