Ketika Perselingkuhan Mendominasi
Oleh Romo John Kota Sando, Pr
Bisa saja dengan melihat begitu banyak masalah yang muncul dalam kehidupan keluarga dewasa ini, orang-orang yang tersakiti menjadi bertanya-tanya: Betulkah harta yang paling berharga adalah keluarga? Apakah istana yang paling indah adalah keluarga? Benarkah puisi yang paling bermakna adalah keluarga? Apakah benar bahwa mutiara yang tiada tara adalah keluarga? Bagi mereka yang menjalani hidup perkawinan dengan penuh cinta tentu ungkapan-ungkapan tersebut sangat benar. Tetapi bagi mereka yang menjalani hidup perkawinannya dengan selalu menyulut “api peperangan” dalam rumah tangga tentu ungkapan-ungkapan tersebut menjadi prahara yang menyakitkan. Rumah (keluarga) bukan lagi “istana” yang damai, tetapi “gua hantu” yang menakutkan dan menyeramkan.
Dalam bacaan Injil Mrk.10:2-16 Yesus menegaskan lagi tentang hakikat tak terceraikan dari sebuah perkawinan. Bacaan pertama dari Kitab Kejadian menegaskan bahwa “seorang laki-laki akan meninggalkan ayah dan ibunya, dan bersatu dengan istrinya, sehingga keduanya menjadi satu daging” (Kej.2:24). Itulah kedahsyatan cinta karena dapat membuat yang berbeda menjadi satu. Maka seharusnya apa yang dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia.
Mungkin benar kalau ada orang mengatakan: “Jangan mencintai seperti gunting, karena gunting dapat memisahkan apa yang sudah dipersatukan. Tetapi cintailah seperti jarum yang meskipun tajam, tetapi dapat menyatukan sesuatu yang terpisah”. Bacaan kedua dari surat rasul Paulus kepada jemaat Ibrani mengingatkan kita akan kesakralan lembaga perkawinan. Allahlah yang menyatukan dan menguduskan perkawinan itu: “Ia yang menguduskan dan mereka yang dikuduskan semua berasal dari Yang Satu” (Ibr.2:11).
Dewasa ini perselingkuhan mendominasi persoalan-persoalan yang terjadi dalam keluarga, terutama pada keluarga muda. Perselingkuhan menjadi momok yang menakutkan bagi para suami-istri dan bagi pemuda dan pemudi yang sedang berpacaran. Secara luas perselingkuhan dapat dimengerti sebagai tindakan yang ilegal yang keluar dari sumpah, janji dan kesepakatan bersama. Tidak saja kaum awam tetapi juga para gembala umat, biarawan-biarawati dapat juga berselingkuh dengan berlaku tidak setia pada janji dan kaul-kaulnya.
Melalui jawaban-Nya kepada orang- orang farisi, secara tidak langsung Yesus mau mengatakan bahwa penyebab utama dari perselingkuhan adalah ketegaran hati manusia. Manusia tegar hati adalah manusia yang berhati batu, keras kepala, egois, mau menang sendiri, mau cari enak sendiri, sombong dan tidak mau dengar siapa-siapa. Yesus mengingatkan agar jangan sampai sebuah pernikahan dilandaskan pada keinginan daging, tetapi pada dorongan Roh Cinta.
Keinginan daging dapat melahirkan dosa ketegaran hati. Perlu juga disadari bahwa perkawinan itu sendiri bukan bertujuan untuk memenuhi kehendak pribadi, tetapi kehendak bersama; bukan untuk memenuhi kehendak sendiri, tetapi kehendak Tuhan. Kehancuran terbesar dari hidup manusia adalah kehilangan cinta. Ingatlah, jangan sampai kita tegar hati, kalau kita tidak mau kehilangan cinta. Di mana ada cinta, disitu ada kehidupan dan kebahagiaan. Di mana ada ketegaran hati, di situ ada penderitaan dan kematian.
Salve dan Berkat Tuhan.