SEORANG BERDOSA
Apa yang muncul dalam benak seseorang tatkala mendengar tentang orang berdosa? Pelanggar sepuluh perintah Allah. Orang yang hidupnya tidak bermoral. Pribadi yang penuh dengan dosa, hina, kotor dan menjijikkan.
Kalau itu kriteria dan konsep orang berdosa, mengapa Petrus menyebut dirinya berdosa di hadapan Sang Guru Kehidupan? Waktu itu Sang Guru baru selesai mengajar, lalu meminta Petrus menebarkan jala (Luk 5: 4). Petrus berkata,”Guru, telah sepanjang malam kami bekerja keras dan tidak menangkap apa-apa, tetapi karena Engkau menyuruhnya, aku akan menebarkan jala juga” (Luk 5: 5).
Apa yang terjadi? Mereka menangkap sejumlah besar ikan, sehingga jala mereka mulai koyak (Luk 5: 6). Ketika melihat itu Simon Petrus tersungkur di hadapan Sang Guru dan berkata, “Tuhan, pergilah dari padaku, karena aku ini seorang berdosa” (Luk 5: 8).
Bukankah Petrus tidak melanggar perintah Allah dan tidak melakukan perbuatan amoral? Dia juga tidak melakukan dosa apa pun waktu itu. Mengapa dia berkata demikian?
Pertama, bisa jadi Petrus meragukan kemampuan Sang Guru yang menyuruhnya menebarkan jala. Masak nelayan belajar dari tukang kayu dalam menangkap ikan? Kedua, mujizat penangkapan ikan terjadi bukan pada jam tepat nelayan menangkap ikan. Tapi hasilnya luar biasa. Ketiga, kata-kata Sang Guru dan mujizat itu membuat dirinya kecil dan tidak ada apa-apanya. Begitu besar, mulia dan berkuasanya Sang Guru Kehidupan!
Berhadapan dengan Tuhan yang mahabesar dan mahakudus, manusia otomatis melihat dirinya kecil dan penuh dosa. Bak diri yang berbulan-bulan tidak mandi dan di-“shooting” di bawah cahaya terang benderang. Betapa jelas daki dan pelbagai kotoran yang menempel di tubuh. Telanjang; tak ada yang dapat disembunyikan.
Untuk menyadari diri sebagai seorang berdosa, tidak perlu menunggu melakukan pelanggaran terhadap hukum Tuhan. Meragukan kuasa Tuhan dalam hidup ini pun bisa menjadi bibit dosa.
Apakah selama ini aku sering meragukan Tuhan dan kuasa-Nya? Apakah aku menganggap bahwa peristiwa luar biasa dan mengagumkan hanyalah fenomena alam semata; tanpa campur tangan kuasa Allah? Abraham Joshua Heschel menulis, “Indiferrence to the sublime wonder of living is the root of sin” (Tidak peduli terhadap keajaiban hidup yang agung adalah akar dari dosa).
Kamis, 2 September 2021
RP Albertus Herwanta, O. Carm.