BPN Gelar Webinar Nasional” Langkah Nyata Merajut Kebhinekaan NKRI
Untuk memberi bobot tersendiri pada peringatan kemerdekaan RI yang ke-76 tahun ini, Badan Pelayanan Nasional (BPN) Pembaruan Katolik Karismatik (PKK) menyelenggarakan Webinar Nasional bertajuk Langkah Nyata Merajut Kebhinekaan NKRI. Webinar ini diikuti oleh lebih dari 1.000 peserta dari seluruh Indonesia.
Untuk Webinar yang digelar pada 20 Agustus ini, Panitia menghadirkan tiga pembicara, yakni Prof. Dr. KH Aqiel Siradj (Ketua Umum PBNU), Bhikku Jayamedho Thera (Vice Director of Education of World Bhuddist Sangha Council) dan Kardinal Ignatius Suharyo (Ketua KWI dan Uskup Agung Jakarta).
Usahakan Keharmonisan
Menyangkut kecenderungan sebagian orang untuk memolitisasi agama untuk kepentingan politik, kata Kiai Aqil, manusia apa pun latar belakang agamanya seharusnya mengusahakan keharmonisan.
Lanjut Aqil, hal yang paling melekat pada manusia ketika Tuhan menciptakannya adalah kemanusiaan atau humanity. Dan semua agama harus berupaya menata kehidupan agar tercipta keharmonisan. “Tidak ada artinya kita hidup kalau kita tidak memperjuangan keharmonisan. Percuma saja kalau tidak menuju keharmonisan. Kalau tidak ada itu, omong kosong semua,” tegas Aqil.
Karena kesadaran atas tugas tersebut jelas Aqil lagi, maka sejak kelahirannya pada 31 Januari 1926, NU membawa serta prinsip Islam moderat, toleran dan anti ekstremisme. “Percuma kita berislam kalau tidak toleran. Umat Islam yang mayoritas di negeri ini harus melindungi yang minoritas. Negara kita bukan Darul Islam tapi Darussalam,” jelasnya.
Aqil juga mengajak untuk memperkuat budaya sendiri sebagai bangsa. Karena itu ia mengingatkan agar siapa pun yang pergi ke Timur Tengah atau ke mana pun untuk belajar, ”Pulang bawa teknologi atau ilmu, jangan pulang bawa budaya. Budaya kita sangat luhur.”
Khusus untuk merajut persaudaraan dalam kebhinekaan, Aqil mengatakan, membangun relasi harus dilakukan setiap hari, bukan kalau “ada maunya” baru membangun relasi.
Sementara itu, Bhikku Jayamedho Thera menyoroti masalah keadilan yang belum merata di tengah masyarakat. Dia mengajak mereka yang menguasai perekonomian untuk mengambil bagian secara semakin konkret menciptakan keadilan.
Ia mengingatkan juga bahwa agama diturunkan untuk membuat orang damai dan bahagia. Dan agama menurutnya haruslah berperikemanusiaan dan berakar dalam budaya anak negeri.
Bhikku sepakat bahwa humanisme adalah dasar yang bisa mempertemukan semua agama. Karena itu ia meminta kepada semua pihak untuk tidak meracuni pikiran anak-anak dengan ajaran yang pada gilirannya menjadi bencana. “Racun ini bisa jadi boomerang yang menghancurkan. Ini sungguh harus menjadi perhatian bersama. Anak-anak kita mestinya dibiarkan untuk saling mengenal. Pendidikan ini dimulai dari anak-anak. Biarkan mereka mengenal agama-agama lain, bahwa semua bersaudara. Etika dan moral harus diperkuat di samping intelektual”.
Bhikku juga mengingatkan bahwa bangsa ini harus bersyukur dengan banyak suku yang bisa saling memperkaya. “Tapi harus buang jauh-jauh sikap eksklusif. Menciptakan keadilan itu PR besar yang harus lakukan bersama tanpa bawa-bawa agama,” tambahnya.
Kardinal Suharyo menjelaskan bahwa secara terus-menerus umat Katolik Indonesia senantiasa diingatkan untuk mencintai, berbuat dan mendoakan bangsa ini. “Bahkan melalui doa resmi umat Katolik diajak bersyukur atas tanah air dan Pancasila, dan mendoakan bangsa ini. Di Gereja Katolik di negara mana pun tidak ada doa semacam itu. Hanya di Indonesia,” kata Suharyo.
Hal lain yang dikatakan Kardinal, dalam upaya mengajak umat Katolik selalu mencintai Indonesia dengan gerakan atau ajakan merenungkan dan mengamalkan nilai-nilai dalam sila-sila Pancasila. Sampai di tingkat lingkungan dan keluarga ada upaya mengenal, menginternalisasi dan menerapkan nilai-nilai Pancasila tersebut.
Selain itu, Kardinal menyebut Rosario Merah Putih dan Patung Bunda Maria Segala Suku sebagai penyataan rasa cinta terhadap Tanah Air dari umat Katolik Indonesia.
Kardinal berharap, umat Katolik tetap menjaga api cinta pada tanah air dan melakukan hal-hal konkret sebagai perwujudan rasa cinta tersebut. (SHA)