MAKNA DERITA
Penderitaan itu bagian dari hidup. Hampir setiap orang mengalaminya. Kendati demikian, ada pelbagai faktor penyebab derita dan cara menjalani serta memaknainya.
Ada penderitaan yang datang karena kesalahan sendiri; ada pula derita sebagai akibat tindakan orang lain. Sebagian orang dengan terpaksa menerima derita; beberapa orang lain secara sukarela menempuh jalan derita.
Kelompok pertama biasanya menganggap penderitaan itu tidak penting dan tanpa makna. Cenderung menyalahkan pihak lain dan menghadapinya dalam frustrasi. Sedangkan yang kedua menemukan nilai tinggi dari derita bagi hidupnya.
Semakin tinggi motivasi dan tujuan dalam menjalaninya, semakin mulia pula makna yang diperolehnya. Itulah yang dialami Sang Guru Kehidupan. Sebagai manusia tanpa dosa, Dia harus menanggung kesalahan dan dosa umat manusia. Dia yang sangat mulia mesti direndahkan ke taraf yang amat hina, hingga orang tak lagi melihat sosok manusia pada-Nya (Yes 52: 14; 53: 2). Namun, karena demi kehendak Sang Ilahi jalan derita itu ditempuh-Nya, Dia diangkat ke tempat paling mulia (Yes 52: 13).
Lebih dari itu, Dia akan “membenarkan banyak orang oleh hikmatnya, dan kejahatan mereka dia pikul” (Yes 53: 11). Tuhan berfirman, “Sebab itu Aku akan membagikan kepadanya orang-orang besar sebagai rampasan, dan ia akan memperoleh orang-orang kuat sebagai jarahan, yaitu sebagai ganti karena ia telah menyerahkan nyawanya ke dalam maut” (Yes 53: 12).
Dia menanggung derita sebagai ungkapan kasih dan ketaatan-Nya kepada kehendak Allah (Ibr 5: 8). Jiwa terdalam dari derita-Nya adalah kasih-cinta akan manusia. Dia menderita demi dua tujuan mulia, yakni Allah dan manusia. Karenanya, Allah tidak membiarkan Dia kalah. Sebaliknya, menganugerahi kemenangan jaya.
Dalam masa pandemi ini hampir semua orang merasakan derita yang diakibatkannya. Sebagian orang menggerutu, marah dan dengan berat hati menghadapinya. Ada pula yang menyalahkan Tuhan dan menganggap Dia tidak peduli kepada manusia. Namun ada pula yang dengan penuh iman dan takwa serta kreatif berada di dalamnya.
Kelompok kedua itu menghadapi derita dalam iman akan Allah dan kasih terhadap manusia. Mereka bukan hanya melepaskan diri dari tekanan derita, tetapi dengan penuh daya dan semangat menolong sesama. Mereka tidak mengutuk kegelapan secara sia-sia, tetapi menyalakan lilin pengharapan.
Tiada penderitaan yang tanpa makna selama dijalani dalam persatuan dengan Tuhan dan demi keselamatan manusia di sana ditemukan maknanya. Manusia diciptakan bukan untuk menderita, tetapi menemukan makna di balik penderitaan. Sang Hamba Allah dan Guru Kehidupan telah mengajar cara menghadapi derita dan menemukan maknanya.
Jumat Agung, 2 April 2021
RP Albertus Herwanta, O. Carm