SORAK-SORAI
Oleh Romo Albertus Herwanta, O. Carm
Macam-macam cara mengekspresikan perasaan senang dan bahagia. Sebagian orang mengungkapkannya dengan meneteskan air mata. Yang lain menyanyikan lagu gembira. Paling sederhana, bersorak-sorai. Praktis, cepat, murah dan alamiah.
Seluruh penumpang Garuda 876 (Jakarta-Hongkong) berseri-seri wajahnya melihat petugas Satgas Covid-19 Hongkong mendekat untuk membagikan kertas hasil test swab. Setelah menunggu kurang lebih duabelas jam di airport, akhirnya saat “pembebasan” itu tiba. Segera bisa bergerak menuju meja imigrasi, mengambil bagasi dan meninggalkan bandara. Perut lapar dan badan capai seperti hilang tatkala berada di bis yang “ngebut” menuju hotel yang akan mengarantina mereka.
Menyambut kedatangan Tuhan yang makin mendekat, orang diajak bersukacita dan bersorak sorai. Kitab Kidung Agung menggambarkan Tuhan sebagai kekasih yang datang menemui manusia, kekasih-Nya (Kid 2:8-14). Lukisannya sangat indah dan menggembirakan. Sedangkan Zefanya mengajak umat Israel bertempik-sorak dan bersukacita, karena Tuhan, Raja Israel hadir di tengah umat untuk membebaskan mereka. Dia bersabda, “Aku akan mengangkat malapetaka dari padamu, sehingga oleh karenanya engkau tidak lagi menanggung cela” (Zef 3:18).
Alasan Elisabet bersukacita sedikit berbeda. Dia bersukaria karena merasa mendapat kehormatan besar dan pengalaman luar biasa, yakni menerima kunjungan dari Maria. Bukan karena Maria, tetapi karena bayi yang dalam kandungannya. Elisabet bersorak-sorai dan berkata,”Diberkatilah engkau di antara semua perempuan dan diberkatilah buah rahimmu. Siapakah aku ini sampai ibu Tuhanku datang mengunjungi aku? Sebab sesungguhnya, ketika salammu sampai kepada telingaku, anak yang di dalam rahimku melonjak kegirangan. Dan berbahagialah ia, yang telah percaya, sebab apa yang dikatakan kepadanya dari Tuhan, akan terlaksana” (Luk 1:42-45).
Tuhan memang segera datang, mengunjungi dan hadir di tengah umat-Nya. Mereka yang seperti Elisabet merindukan dan mempersiapkan diri untuk itu akan berseri-seri dan bersorak-sorai. Sedang mereka yang dingin-dingin saja alias acuh tak acuh tidak merasakan rahmat dan berkat-Nya.
Dari dahulu hingga kini rahmat itu disediakan Tuhan. Berbahagialah orang yang merindukannya dan akhirnya mengalami sukacita. Mereka akan bersorak-sorai dengan wajah berseri-seri yang memancar dari roh ilahi. Sorak-sorainya asli, bukan sorak-sorai yang berasal dari rasa benci yang ditunggangi kepentingan para bohir yang memanipulasi.
Hongkong, 21 Desember 2020